Thursday, November 19, 2009

Pengelolaan Dokumen

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bahan baku kayu industri kehutanan selama ini masih berasal dari hutan alam. Kemampuan produksi kayu dari hutan alam yang semakin berkurang, membuat kesenjangan antara pasokan bahan baku kayu dengan kebutuhan industri.
Untuk menutupi kebutuhan pasokan bahan baku kayu diarahkan agar industri kehutanan bertumpu pada bahan baku andalan dari hutan tanaman, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat dan kayu tebangan perkebunan.
Dalam rangka pengakuan, perlindungan dan tertib peredaran hasil hutan rakyat maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2006 jo. Nomor P.62/Menhut-II/2006 jo. Nomor P.33/Menhut-II/2007, tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU). Disamping itu dikeluarkannya Peraturan Menteri ini agar dalam pengelolaan kayu hutan rakyat dapat lebih sederhana dan tidak serumit pengelolaan kayu yang berasal dari hutan Negara. Dan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Kepala Desa/Lurah atau pejabat setingkat yang diangkat oleh Bupati atau Walikota sebagai pejabat penerbit Surat Keterangan Asal Usul harus sudah dibekali pelatihan pengukuran dan penetapan jenis kayu, dan pengelolaan dokumen SKAU.

2. Dasar Hukum.

1. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Nomor 19 Tahun 2004;
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak;
8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2006 jo. Nomor P.62/Menhut-II/2006 jo. Nomor P.33/Menhut-II/2007, tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak;
9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 jo. Nomor P.63/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara.

3. Maksud dan Tujuan

Diselenggarakannya Pelatihan Kepala Desa Tentang Tata Cara Penerbitan SKAU dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang penatausahaan dokumen SKAU.
Adapun tujuannya adalah agar tercipta tertib administrasi pengangkutan hasil hutan kayu rakyat dan menghindari penyalahgunaan dokumen SKAU.

4. Pengertian

Dalam penerbitan dokumen SKAU, yang dimaksud :
a. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah
b. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
c. Lahan masyarakat adalah lahan perorangan atau lahan masyarakat, di luar kawasan hutan yang dimiliki/digunakan oleh masyarakat berupa pekarangan, lahan pertanian dan kebun.
d. Hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat, yang selanjutnya disebut kayu rakyat adalah kayu bulat atau kayu olahan yang berasal dari pohon yang tumbuh dari hasil budidaya dan atau tumbuh secara alami di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat.
e. Kayu bulat rakyat adalah kayu dalam bentuk gelondong yang berasal dari pohon yang tumbuh di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat.
f. Kayu olahan rakyat adalah kayu dalam bentuk olahan yang berasal dari pohon yang tumbuh di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat, antara lain berupa kayu gergajian,kayu pacakan,dan arang.
g. Surat Keterangan Asal usul (SKAU) adalah surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat.
h. Pejabat penerbit Surat Keterangan Asal Usul (P2SKAU) adalah Kepala Desa/Lurah atau pejabat setara/pejabat lain di desa tersebut dimana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut, yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan usulan Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
i. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Provinsi Sumatera Utara.
j. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Kabupaten/Kota.
k. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah unit pelaksana teknis Dinas Kabupaten/Kota yang berada di tingkat Kecamatan yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Kecamatan.
l. Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan (BPPHH) adalah unit pelaksana teknis daerah di bidang pengendalian peredaran hasil hutan pada Dinas Provinsi Sumatera Utara.

5. Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan

Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 061-453.K/ Tahun 2002 tentang Tugas Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kehutanan serta Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan (BPPHH) mempunyai tugas membantu Kepala Dinas dalam Pengelolaan Tata Usaha; Penyelenggaraan Bimbingan teknis; Monitoring dan Evaluasi serta Pengendalian Peredaran Hasil Hutan. Tugas tersebut antara lain :
1. Pelaksanaan bimbingan teknis pengujian hasil hutan, penandaan tanda legalitas hasil hutan, pengelolaan dokumen peredaran hasil hutan dan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBI) sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.
2. Penyelenggaraan Pengendalian Peredaran Hasil Hutan di wilayahnya sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.
3. Penyelenggaraan bimbingan monitoring, evaluasi dan pengawasan penggunaan Dokumen Peredaran Hasil Hutan dan Peredaran Hasil Hutan pada pos pemeriksaan serta rencana pemenuhan Bahan Baku Industri sesuai ketentuan dan standatr yang ditetapkan.
4. Penyelenggaraan proses yustisi terhadap pelanggaran/kejahatan berdasarkan hasil pemeriksaan Peredaran Hasil Hutan sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.
5. Penyelenggaraan bimbingan, monitoring, evaluasi dan pengawasan serta pengujian hasil hutan di wilayahnya, sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.
6. Penyelenggaraan bimbingan teknis pengelolaan Dokumen Peredaran Hasil Hutan dan tanda legalitas Hasil Hutan. Sesuai ketentuan standart yang ditetapkan.
7. Penyelenggaraan kegiatan pengelolaan dan pelayanan, pemantauan, pengawasan dan pelaporan dokumen peredaran hasil hutan, penerimaan pungutan iuran hasil hutan, sesuai ketentuan dan standart yang ditentukan.
8. Pemberian rekomendasi usulan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBI). Sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.
9. Pelaksanaan Stock Opname Kayu Bulat/Bahan Baku Serpih (BBS) dan kayu olahan di wilayahnya sesuai ketentuan dan standart yang ditetapkan.
10. Pelaksanaan tugas selain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
11. Pemberian masukan yang perlu kepada Kepala Dinas sesuai bidang tugas dan fungsinya.
12. Pelaporan dan pertanggung jawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Kepala Dinas sesuai standart yang ditetapkan.
Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan (BPPHH) di Provinsi Sumatera Utara ada 5 unit yakni :
1. BPPHH Wilayah I berkedudukan di Medan;
2. BPPHH Wilayah II berkedudukan di Pematangsiantar;
3. BPPHH Wilayah III berkedudukan di Kisaran;
4. BPPHH Wilayah IV berkedudukan di Padang Sidempuan;
5. BPPHH Wilayah V berkedudukan di Kabanjahe.

II. PENGELOLAAN DOKUMEN

1. Permohonan Dokumen

Pemilik kayu rakyat yang hendak mengangkut kayunya menyampaikan permohonan untuk diterbitkan dokumen angkutan hasil hutan kepada penerbit. Permohonan dibuat oleh pemilik kayu yang isinya antara lain:
a. Rincian jenis kayu, jumlah batang dan volumenya
b. Kayu yang diangkut memiliki dokumen asal usul yang sah.
c. Pemohon bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kebenaran asal usul kayu bulat yang dimohonkan penerbitan dokumen angkutan SKAU.
d. Tembusan permohonan disampaikan kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Kabupaten.

2. Pengukuran dan Penetapan Jenis

Pengukuran kayu dilakukan untuk mendapatkan volume kayu yang akan diangkut.
Penetapan jenis kayu penting untuk menentukan apakah pengangkutannya menggunakan SKAU atau tidak, Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2007 terdapat 21 jenis kayu bulat rakyat atau kayu olahan rakyat yang pengangkutannya menggunakan SKAU.
Kepala Desa/Lurah dalam melakukan pengukuran dan penetapan jenis dapat dibantu oleh aparat Desa/Kelurahan lainnya yang dianggap mampu.
Tata cara pengukuran dan penetapan jenis oleh Kepala Desa/Lurah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Legalitas Kayu Rakyat

Hasil hutan yang diolah secara tradisional yang berasal dari hutan hak adalah berupa kayu bulat dan kayu olahan masyarakat dinyatakan sah apabila berasal dari perizinan yang sah yang dibuktikan dengan :
a. Sertifkat Hak Milik, atau Leter C, atau Girik, atau surat keterangan lain yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai dasar kepemilikan lahan; atau
b. Sertifikat Hak Pakai; atau
c. Surat atau dokumen lain yang diakui sebagai bukti penguasaan tanah atau bukti kepemilikan lainnya.
Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) dinyatakan sah, apabila menggunakan blanko SKAU yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan dan pencetakannya oleh Dinas Kehutanan Provinsi, diterbitkan oleh Pejabat Penerbit SKAU, isi dokumen sesuai dengan fisik (jumlah, jenis dan ukuran) dan tidak terdapat coretan / hapusan / tindisan.

4. Pendistribusian Dokumen

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara
Pencetakan dan pendistribusian blanko SKAU oleh Dinas Provinsi didasarkan atas rencana penggunaan atau kebutuhan blanko SKAU.
Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan
Berdasarkan permohonan Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala BPPHH melakukan penilaian untuk selanjutnya menyetujui atau menolak permohonan blanko SKAU.
Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Kabupaten/Kota
Rencana penggunaan atau kebutuhan blanko SKAU pada masing-masing Dinas Kabupaten/Kota ditetapkan dengan mempertimbangkan potensi hutan hak, perijinan yang sah dan rencana pengangkutan disertai rincian perhitungannya.
Kepala Dinas Kabupaten/Kota mengajukan permohonan blanko SKAU sesuai rencana kebutuhan / penggunaan Dinas Kehutanan Provinsi Cq. Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan.
Dalam setiap permohonan wajib dilengkapi dengan laporan penggunaan blanko SKAU sebelumnya.
Pejabat Penerbit SKAU
Pejabat Penerbit wajib melengkapi permohonan blanko dokumen SKAU dengan daftar penerbitan SKAU.

5. Tugas Pokok Pejabat Penerbit SKAU

1. Melakukan pemeriksaan terhadap kayu yang dajukan pemohon dan melakukan pemeriksaan fisik dan asal usul kayu yang akan diangkut.
2. Menerbitkan SKAU setelah pemeriksaan fisik dinyatakan benar.
3. Bertanggung jawab terhadap kebenaran administrasi dan fisik kayu rakyat yang diterbitkan dokumen SKAU-nya.
4. Mempertanggungjawabkan seluruh penggunaan dokumen SKAU yang diterimanya langsung kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota selaku penanggung jawab pendistribusi dokumen SKAU di wilayah Kabupaten/Kota.

III. PENERBITAN SKAU

Setelah Pejabat Penerbit SKAU melakukan pemeriksaan fisik dan kebenaran asal usul kayu rakyat, maka dokumen SKAU dapat diterbitkan.
Isi dokumen sesuai dengan fisik kayu baik jumlah, jenis dan ukuran dan tidak terdapat coretan / hapusan / tindisan.
Blanko SKAU dibuat 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut :
a. Lembar ke-1 : menyertai kayu yang diangkut dan sekaligus sebagai arsip Penerima
b. Lembar ke-2 : untuk Kepala Dinas Kabupaten/kota tujuan kayu rakyat
c. Lembar ke-3 : untuk arsip Pengirim
d. Lembar ke-4 : untuk arsip Penerbit
Masa berlaku dokumen SKAU ditetapkan oleh masing-masing Penerbit dengan mempertimbangkan waktu tempuh normal.

IV. PENATAUSAHAAN DOKUMEN SKAU

Kepala Dinas Provinsi menetapkan personil pengelola blanko SKAU pada Dinas Provinsi dan BPPHH.
Kepala Dinas Kabupaten / Kota menetapkan personil pengelola blanko SKAU.
Personil pengelola blanko SKAU wajib membuat buku register penerimaan dan penyaluran blanko SKAU dan bertanggung jawab atas penerimaan, pendistribusian, penggunaan dan persediaan.
Blanko SKAU yang berada di Dinas Kehutanan Provinsi, BPPHH, Dinas Kabupaten / Kota dan P2SKAU, wajib disimpan di tempat yang aman dari gangguan pencurian dan kerusakan.
Dalam setiap penyerahan blanko SKAU dari Dinas Provinsi kepada BPPHH; dari BPPHH kepada Dinas Kabupaten/Kota wajib dibuatkan Berita Acara Serah Terima Blanko (BASTB).
Apabila terjadi kerusakan, salah ketik atau salah pengisian terhadap blanko SKAU yang terjadi pada saat penerbitan, wajib dibuatkan Berita Acara Pembatalan oleh P2SKAU yang bersangkutan.

V. PELAPORAN

1. Kepala Desa selaku P2SKAU setiap akhir bulan wajib membuat daftar penerbitan SKAU dan daftar penerimaan, penerbitan dan persediaan blanko SKAU sebanyak 4 rangkap dan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya kepada :
? Lembar ke-1 untuk Kepala Dinas Kabupaten / Kota
? Lembar ke-2 untuk Kepala Dinas Provinsi
? Lembar ke-3 untuk Kepala BPPHH
? Lembar ke-4 arsip
2. Kepala Dinas Kabupaten/Kota setelah menerima daftar penerbitan SKAU dari P2SKAU diwilayah kerjanya, setiap bulan wajib membuat daftar rekapitulasi penggunaan blanko SKAU disampaikan selambat-lambatnya tanggal 15 bulan yang sama kepada Kepala Dinas Provinsi dan BPPHH.
3. Pengelola SKAU Kabupaten/Kota setiap tanggal 5 bulan berikutnya wajib membuat daftar penerimaan, penyerahan dan persediaan blanko SKAU dan disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi.

VI. PEMBERHENTIAN P2SKAU

P2SKAU berhenti karena berhenti sebagai Kepala Desa/Lurah
Mengundurkan diri
Mutasi atau pindah tugas
Diberhentikan karena melakukan pelanggaran
Pemberhentian P2SKAU dilakukan oleh Bupati/Walikota atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh Bupati/Walikota

VII. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

Dinas Provinsi membina dan mengendalikan terhadap pelaksanaan penatausahaan kayu hutan hak di wilayah kerjanya.
Dinas Kabupaten / Kota membina dan mengawasi terhadap pelaksanaan penatausahaan kayu hutan hak di wilayah kerjanya dan melaporkan kepada Bupati/Walikota setempat.
Pemegang ijin selaku pengguna SKAU apabila melanggar ketentuan yang berlaku akan dikenakan sanksi administratif yang sifatnya pembinaan yang pengaturannya ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati / Walikota.

VII. PENUTUP

Demikianlah hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan dokumen SKAU. Mudah-mudahan dapat berguna dalam pelaksanaan tugas Kepala Desa / Lurah selaku Pejabat Penerbit SKAU.
Terima kasih.


Disajikan Oleh :
Ir. Togu Toni Bangun Silaban
Ucok Firda Purba, SP
(Staf Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah II Pematangsiantar)



No comments: