Thursday, October 15, 2009

Sekilas Antara Kepmenhut No. 125/Kpts-II/2003 dan penggantinya Permenhut No. P.35/Menhut-II/2008

Kita sudah mengetahui adanya peraturan Menteri Kehutanan yang mengatur mengenai Industri Primer Hasil Hutan atau industri pengolahan hasil hutan. Memang peraturan yang digantikan sudah tidak berlaku lagi, namun tidak ada salahnya bila kita mencoba untuk membandingkannya. Bukan sebagai penilaian namun sebagai bahan pendalaman kita tentang peraturan yang ada.
Pada dasarnya Permenhut Nomor : P.35/Menhut-II/2008 tidak jauh berbeda dengan Kepmenhut Nomor : 125/Kpts-II/2003, bahkan cenderung menyederhanakan dan menyempurnakan isi dari Kepmenhut Nomor : 125/Kpts-II/2003.

Kepmenhut Nomor : 125/Kpts-II/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu
(a) Tata cara permohonan dan persyaratan Izin Usaha Industri (IUI) dikelompokkan menjadi : (a) Industri Penggergajian Kayu yang terdiri dari (1) skala kecil kapasitas produksi sampai dengan 2.000 M3 pertahun, (2) skala menengah kapasitas lebih besar dari 2.000 s/d. 6.000 M3 pertahun, dan (3) skala besar kapasitas lebih besar dari 6.000 M3 pertahun. Kemudian (b) kelompok industri veneer, industri kayu lapis (plywood) dan laminating veneer lumber (LVL), dan industri serpih kayu (chipwood) terdiri dari (1) kapasitas sampai dengan 6.000 M3 pertahun dan (2) kapasitas lebih besar dari 6.000 M3 pertahun.
(b) Tidak mengatur tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu;
(c) Membedakan antara pembangunan pabrik dan sarana produksi dengan produksi komersial melalui adanya pengaturan tentang Izin Persetujuan Prinsip sebelum dikeluarkannya Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu;
(d) Mengatur tentang tata cara permohonan dan persyaratan pemindahan lokasi IUIPHHK;

Permenhut Nomor : P.35/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan
(a) Tata cara permohonan dan persyaratan IUI tidak dikelompokkan lagi hanya dibedakan berdasarkan kapasitas produksi yakni sampai dengan 6.000 M3 pertahun dan di atas 6.000 M3 pertahun. Khusus IUIPHHBK tidak ada diatur mengenai besarnya kapasitas produksi pertahun.
(b) Sudah mengatur tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu;
(c) Izin Usaha Industri sudah satu bagian dengan pembangunan pabrik dan sarana produksinya;
(d) Tidak ada mengatur secara jelas tentang tata cara permohonan dan persyaratan pemindahan lokasi IUIPHH. Namun ada disinggung pada Pasal 28 tentang hal yang tidak boleh dilakukan oleh pemegang IUIPHH;

Disamping itu ada hal yang sebenarnya perlu dilakukan penelitian dan untuk dipertimbangkan oleh Departemen Kehutanan yakni :
(a) Jaminan pasokan bahan baku. Hal ini ada kaitannya dengan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) yang selalu disusun setiap tahun berjalan. Karena dalam pelaksanaannya sebagian besar pemegang IUIPHH sebenarnya kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku untuk satu tahun berjalan, dan memang ada diatur tentang revisi RPBBI namun sepanjang pengamatan saya hal tersebut tidak dilaksanakan. Ini khususnya pada IUIPHH yang kapasitas produksinya sampai dengan 6.000 M3 pertahun. Kesulitan untuk mendapatkan pasokan bahan baku pun menjadikan pemegang IUI agak nakal, seperti contohnya membuat kontrak suplay bahan baku dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan atau Izin Pemanfaatan Kayu Rakyat, namun dalam realisasinya bahan baku berasal dari pihak lain yang tidak terikat kontrak suplay bahan baku. Yang penting persyaratan kontrak suplay bahan baku untuk menyusun RPBBI sudah terpenuhi.
(b) Evaluasi atas IUIPHH beserta sanksi administrasi. Dalam pengamatan saya, ada IUIPHH yang sudah tidak berproduksi dan tidak pernah membuat laporan yang diwajibkan, tidak dicabut IUIPHH-nya. Hal ini membuka kemungkinan (dan ada terjadi) terjadinya jual beli surat IUI, kemudian dalam prakteknya seolah-olah peralatan industri dipindahkan lokasinya keluar dari wilayah kabupaten/kota. Padahal di lokasi yang baru mesin produksi yang terpasang bukan dari industri yang lama, surat IUI hanya untuk melegalkan mesin produksi yang terpasang di lokasi yang baru.

Demikianlah telah saya coba memperbandingkan antara Kepmenhut Nomor : 125/Kpts-II/2003 dengan penggantinya Permenhut Nomor : P.35/Menhut-II/2008. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua untuk menambah pengetahuan kita masing-masing.



=========================
Disarankan untuk dibuka :
1. Kepmenhut Nomor : 125/Kpts-II/2003
2. Permenhut Nomor : P.35/Menhut-II/2008


No comments: