Tuesday, October 13, 2009

Sekilas Tentang Peraturan Menteri Kehutanan No. P.35/Menhut-II/2008

Sebelumnya saya sudah membuat tulisan yang berjudul Industri Primer Hasil Hutan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 125/Kpts-II/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permohonan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu pada blog ini. Semula saya akan kembali langsung membahas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.35/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan yang merupakan pengganti Kepmenhut No. 125/Kpts-II/2003. Waktu itu saya tertarik untuk membandingkan kedua peraturan tersebut, karena ada hal menarik diantara keduanya.
Rupanya karena beberapa kendala saya belum sempat untuk membahas Permenhut No. P.35/Menhut-II/2003. Ternyata ada juga yang tertarik untuk memberikan komentar atas tulisan yang berkaitan dengan Industri Primer Hasil Hutan Kayu. Dalam komentarnya disebutkan ".... menurut p.35/menhut-II/2008 tidak disebutkan proses izin pemindahan lokasi industri sedangkan saat ini kepmenhut 125/kpts-II/2003 sudah tidak berlaku lagi?".

Sebelumnya lebih baik kita bahas Permenhut No. P.35/Menhut-II/2003 karena pasti ada yang belum tahu apa isi dari permenhut ini. Dan nanti dengan judul terpisah maka saya akan mencoba membuat perbandingan pada masing-masing produk peraturan.

Permenhut ini terdiri atas :
Bab I Ketentuan Umum
Berisi pasal 1 dan 2
Bab II Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu
Bagian Kesatu IUIPHHK dengan Kapasitas Produksi sampai dengan 6.000 M3 pertahun; berisi pasal 3 dan 4
Bagian Kedua IUIPHHK dengan Kapasitas Produksi di atas 6.000 M3 pertahun; berisi pasal 5
Bab III Izin Perluasan IPHHK
Bagian Kesatu Umum, berisi pasal 6
Bagian Kedua Izin Perluasan IPHHK dengan Total Kapasitas Produksi sampai dengan 6.000 M3 pertahun; berisi pasal 7 dan 8
Bagian Ketiga Izin Perluasan IPHHK dengan Total Kapasitas Produksi di atas 6.000 M3 pertahun; berisi pasal 9
Bab IV Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu
Berisi pasal 10
Bab V Izin Perluasan Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu
Berisi pasal 11 dan 12
Bab VI Masa Berlaku IUIPHH
Berisi pasal 13
Bab VII Perubahan Komposisi Jenis Produksi, Penurunan Kapasitas Produksi, Serta Peremajaan Mesin
Bagian Kesatu Perubahan Komposisi Jenis Produksi; pasal 14
Bagian Kedua Penurunan Kapasitas produksi; pasal 15 dan 16
Bagian Ketiga Peremajaan Mesin; pasal 18
Bab VIII Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Berisi pasal 19 s/d. 25
Bab IX Hak dan Kewajiban dan Larangan Pemegang Izin Usaha Industri
Berisi pasal 26 s/d. 28
Bab X Perubahan dan Penggantian Nama Pemegang Izin
Berisi pasal 29
Bab XI Jaminan Pasokan Bahan Baku
Berisi pasal 30 s/d. 34
Bab XII Sanksi
Berisi pasal 35
Bab XIII Ketentuan Lain-lain
Berisi pasal 36 dan 37
Bab XIV Ketentuan Peralihan
Berisi pasal 38 dan 39
Bab XV Ketentuan Penutup
Berisi pasal 40


Dalam pasal 2 disebutkan jenis Industri Primer Hasil Hutan Kayu terdiri atas : (a) Industri Penggergajian Kayu; (b) Industri Serpih Kyu (Wood Chip); (c) Industri Vinir (Veneer); (d) Industri Kayu Lapis (Plywood); dan (e) Laminated Veneer Lumber (LVL). IPHHK termasuk didalamnya industri kayu lanjutannya yang menggunakan bahan baku kayu dan/atau kayu bulat kecil.

Untuk IUIPHHK dengan kapasitas produksi sampai dengan 6.000 M3 pertahun disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan Menteri Kehutanan dan Bupati/Walikota dengan persyaratan yang terdiri atas :
(a) Mengisi Daftar isian permohonan
(b) Rekomendasi/pertimbangan teknis Kepala Daerah (Bupati/Walikota);
(c) Akte pendirian Perusahaan/Koperasi yang telah disahkan pejabat yang berwenang beserta perubahannya atau copy KTP untuk pemohon perorangan;
(d) NPWP;
(e) Dokumen UKL dan UPL sesuai peraturan yang berlaku;
(f) Izin Gangguan;
(g) Izin Lokasi;
(h) Izin Tempat Usaha;
(i) Laporan Kelayakan investasi pembangunan industrinya;
(j) Jaminan pasokan bahan baku.
Apabila seluruh persyaratan telah memenuhi ketentuan yang berlaku maka 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima Gubernur akan menerbitkan IUIPHHK yang bersangkutan. Dalam putusan surat Izin Usaha (IU) IPHHK ketetapan Kedua pemilik IUIPHHK diwajibkan untuk merealisasikan pembangunan sarana prasarana industrinya dalam batas waktu yang ditentukan oleh pemberi IU. Khusus IPHHK dengan kapasitas produksi sampai dengan 2.000 M3 pertahun Gubernur dapat melimpahkan kewenangan pemberian IU kepada Bupati/Walikota.
Bagi IUIPHHK dengan kapasitas produksi di atas 6.000 M3 pertahun permohonan disampaikan kepada Menteri Kehutanan dengan tembusan Gubernur dan Bupati/Walikota dengan persyaratan hampir sama dengan IUIPHHK dengan kapasitas produksi sampai dengan 6.000 M3 pertahun. Hanya tambahannya yakni :
(a) Rekomendasi/pertimbangan teknis dari Gubernur;
(b) Dokumen UKL dan UPL atau AMDAL sesuai peraturan yang berlaku.
Pemberian IUIPHHK-nya sama prosedurnya dengan kapasitas produksi sampai dengan 6.000 M3 pertahun.

Dalam hal pemberian izin perluasan IPHHK, yang wajib dimohon izin perluasannya apabila perluasan produksi melebihi 30 % dari kapasitas izin produksi yang diberikan. Untuk perluasan dibawah 30% dari kapasitas izin yang diberikan dengan ketentuan tidak menambah bahan baku dan cukup memberikan laporan kepada pemberi IUI.
Persyaratan permohonan izin perluasan IPHHK dengan total kapasitas produksi sampai dengan 6.000 M3 pertahun yakni :
(a) Mengisi daftar isian permohonan;
(b) Rekomendasi/pertimbangan teknis Kepala Dinas yang mengurusi bidang kehutanan di kabupaten/kota;
(c) Dokumen revisi UKL dan UPL;
(d) Laporan kelayakan investasi untuk perluasan industri;
(e) Jaminan pasokan bahan baku;
(f) Lokasi perluasan berada dalam satu kecamatan dengan industri awal.
Permohonan izin perluasan ditujukan kepada Gubernur dengan tembusan Menteri Kehutanan dan Bupati/Walikota.
Begitu juga dengan izin perluasan untuk IPHHK dengan kapasitas produksi di atas 6.000 M3 pertahun, permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan tembusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian, Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP).

Dalam Permenhut No. P.35/Menhut-II/2008 juga diatur tentang Izin Usaha Industri Hasil Hutan Bukan Kayu (IUIPHHBK). Namun untuk IUIPHHBK skala kecil kewajibannya cukup hanya memiliki Tanda Daftar Industri (TDI) yang diperlakukan sebagai IUIPHHBK. TDI hanya diberikan kepada perorangan dan koperasi.
Persyaratan TDI yakni :
(a) Untuk perorangan berupa Fotocopy KTP, Surat Keterangan Tanah (sewa/milik), NPWP, Izin/keterangan penggunaan bangunan, dan daftar tenaga kerja.
(b) Untuk koperasi berupa akte pendirian koperasi, surat keterangan tanah, NPWP, izin/keterangan penggunaan tanah, dan daftar tenaga kerja.
Persyaratan IUIPHHBK antara lain :
(a) Mengisi daftar isian permohonan;
(b) Akte pendirian perusahaan/koperasi atau fotocopy KTP untuk perorangan;
(c) Dokumen UKL dan UPL atau AMDAL;
(d) Laporan kelayakan pembangunan industri;
(e) Jaminan pasokan bahan baku;
(f) NPWP;
(g) Izin Gangguan;
(h) Izin Lokasi;
(i) Izin Tempat Usaha.
Permohonan TDI dan IUIPHHBK kepada Bupati atau Walikota dengan tembusan Direktur (yang membidangi pengolahan dan pemasaran hasil hutan pada Departemen Kehutanan).
Dalam hal permohonan izin perluasan IUIPHHBK tidak jauh beda dengan persyaratan sebelumnya.

Yang perlu dicatat dengan tegas adalah IUIPHHK dan izin perluasan IPHHK, TDI PHHBK, IUIPHHBK, dan izin perluasan IPHHBK berlaku selama industri yang bersangkutan beroperasi. Beroperasi dengan maksud berproduksi secara kontinyu, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 3 tahun. Apabila tidak beroperasi selama 1 tahun dikenakan sanksi pencabutan izin usaha industrinya.

Perubahan komposisi jenis produksi dan/atau kapasitas izin produksi tanpa menambah kebutuhan bahan baku dan jumlah total kapasitas izin produksi diajukan kepada Direktur (bila di atas 6.000 M3 pertahun); Kepala Dinas Kehutanan Provinsi (bila sampai dengan 6.000 M3 pertahun); Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota (bila sampai dengan 2.000 M3 pertahun bila pemberian izin dilimpahkan kepada Bupati/Walikota).

Penurunan kapasitas produksi dapat dilakukan berdasarkan usulan pemegang IUI atau hasil evaluasi.

Peremajaan mesian (reengineering) dapat dilakukan dengan :
(a) penggantian mesin-mesin yang rusak/tua dan tidak efisien untuk tujuan peningkatan efisiensi dan produktivitas industri;
(b) penggantian atau penambahan mesin untuk tujuan diversifikasi bahan baku industri;
(c) penggantian atau penambahan mesin untuk tujuan pengurangan atau pemanfaatan limbah/sisa produksi.
Mesin produksi utama adalah mesin-mesin produksi pada jenis industri tertentu yang berpengaruh langsung terhadap kapasitas produksi.

Pengaturan pemberian IUIPHHK dalam areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu diselenggarakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku. Namun pemberian IUIPHHK di dalam areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) masih terbatas kepada IUPHHK yang telah memperoleh Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari secara mandatory dengan peringkat baik dan sangat baik dan atau memperoleh Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari secara voluntary.

Hak pemegang IUIPHH adalah : (a) Memperoleh kepastian dalam menjalankan usahanya; dan (b) Mendapatkan pelayanan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kewajiban pemegang IUIPHH adalah :
(a). Menjalankan usaha industri sesuai dengan menjalankan usaha industri sesuai dengan izin yang dimiliki;
(b). Mengajukan izin perluasan, apabila melakukan perluasan produksi melebihi 30% dari kapasitas produksi yang diizinkan;
(c). Menyusun dan menyampaikan rencana pemenuhan bahan baku industri (RPBBI) setiap tahun;
(d). Menyusun dan menyampaikan laporan bulanan realisasi pemenuhan dan penggunaan bahan baku serta produksi;
(e). Membuat atau menyampaikan laporan mutasi kayu bulat (LMKB) atau laporan mutasi hasil hutan bukan kayu (LMHHBK);
(f). Membuat dan menyampaikan laporan mutasi hasil hutan olahan (LMHHO);
(g). Melakukan kegiatan usaha industri sesuai dengan yang ditetapkan dalam izin;
(h). Melaporkan secara berkala kegiatan dan hasil industrinya kepada pemberi izin dan instansi yang diberikan kewenangan dalam pembinaan dan pengembangan IPHH;
(i). Mempekerjakan tenaga pengukuran dan pengujian hasil hutan yang bersertifikat dalam hal industri dengan kapasitas sampai dengan 6.000 m3 pertahun jika pemegang izin tidak memiliki tenaga pengukuran dan pengujian hasil hutan yang bersertifikat; dan
(j). Memiliki tenaga pengukuran dan pengujian hasil hutan bersertifikat, untuk IPHHK dengan kapasitas lebih dari 6.000 m3 pertahun.

Larangan bagi pemegang IUIPHH :
(a). Memperluas usaha industri tanpa izin;
(b). Memindahkan lokasi usaha industri tanpa izin;
(c). Melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan hidup yang melampaui batas baku mutu lingkungan;
(d). Menadah, menampung, atau mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (illegal); atau
(e). Melakukan kegiatan industri yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan.

Dalam hal perubahan dan penggantian nama IUI dan nama pemegang IUI bisa dilakukan dengan melampirkan persyaratan-persyaratan yang berlaku dalam Permenhut No. P.35/Menhut-II/2008.

Setiap permohonan IUI dan Izin Perluasan IPHH wajib menyampaikan Jaminan Pasokan Bahan Baku (JPBB). JPBB dapat berasal dari Areal IUPHHK Hutan Alam/Tanaman, Hutan Hak/Rakyat, Perkebunan, dan impor. Semuanya itu harus disertai kontrak suplay bahan baku antara IUIPHH dengan pemilik bahan baku yang diketahui Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas kabupaten/kota.

Apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan di luar pelanggaran pidana maka akan dikenakan sanksi administratif.

Demikianlah bongkar-bongkar peraturan mengenai apa yang ada di dalam Permenhut No. P.35/Menhut-II/2008. Dengan diberlakukannya permenhut ini maka Kepmenhut No. 125/Kpts-II/2003 tidak berlaku lagi.

Mudah-mudahan menjadi informasi yang bermanfaat bagi kita semua.


Disarankan untuk dibuka :
Industri Primer Hasil Hutan Sesuai Kepmenhut No. 125/Kpts-II/2003

No comments: