Tuesday, December 1, 2009

HPH Siluman

Saat ini terdapat 303 HPH yang tercatat, namun hanya 148 unit yang masih aktif. (Kompas, Jumat, 20 Nopember 2009)
Permintaan dari pihak Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) agar Menteri Kehutanan mengkaji dengan cermat kendala pengusaha HPH di lapangan sebelum memutuskan menarik izin yang sudah ada, sangatlah tidak beralasan. Apalagi adanya anggapan bila HPH dicabut, maka hutan akan berstatus quo, tidak ada yang menjaga dan terjadi ilegal logging jilid baru.

Sudah merupakan tugas Departemen Kehutanan dan jajaran kehutanan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menjaga keutuhan wilayah hutan negara. Apabila suatu kawasan hutan sudah tidak lagi dibebani oleh izin hak pengusahaan hutan maka keamanannya menjadi tanggung jawab instansi kehutanan. Dan bila dilaksanakan dengan baik ketakutan akan terjadinya ilegal logging akan sirna. Satu hal lagi, kawasan hutan yang dibebani izin HPH tidak menjamin kawasan hutan tersebut terbebas dari ilegal logging. Hal ini terbukti dengan adanya kegiatan ilegal logging di dalam kawasan hutan yang dibebani oleh izin hak pengusahaan hutan. Terlepas dari pelaku ilegal logging itu pemilik izin HPH sendiri atau pihak lain.

Persoalan banyaknya pungutan-pungutan baik resmi maupun liar, hal ini harus dipilha secara bijaksana.
Untuk pungutan resmi itu adalah bagian dari konsekwensi atas keluarnya izin berusaha di dalam suatu wilayah. Sudah sewajarnya daerah yang wilayahnya terdapat izin usaha, mengenakan pungutan baik berupa iuran, pajak ataupun retribusi yang merupakan Pendapatan Asli Daerah.

Sedangkan adanya pungutan liar, hal ini tidak akan terjadi apabila pengusaha mau mengurus izin sesuai jalur yang ada, berproduksi sesuai aturan dan taat pada aturan-aturan dalam perizinan yang diberikan.

Misalnya dalam peredaran hasil hutan, masalah kelebihan muatan yang seringkali tidak sesuai dengan dokumen angkutan yang menyertainya. Pihak pemilik truck dan pemilik barang membayar di timbangan dan pos-pos tertentu. Hal ini tidak bisa dibuktikan tapi ada. Tapi seolah tidak bersalah pengusaha selalu menyalahkan petugas dan menyatakan bahwa adanya kelebihan muatan adalah untuk menutupi biaya produksi.

Dalam hal pengurusan izin saja, seringkali izin yang seharusnya tidak bisa dikeluarkan karena masalah AMDAL, tapi bisa tetap dikeluarkan izinnya. Disini pengusaha memberikan semacam gratifikasi agar izin dapat diberikan.

Sehingga adanya pungutan-pungutan liar bukan berarti pengusaha tidak mau, tapi karena memang terdapat kesalahan-kesalahan yang ternyata dimanfaatkan oleh oknum-oknum petugas yang berakitan dengan hal tersebut.

Padahal dalam lingkaran pungutan liar tidak ada istilah bersih ataupun kotor. Semuanya bersih, semuanya kotor. Tergantung dari sisi mana memandang.

Sehingga seperti dikemukakan di atas, sudah sewajarnya HPH yang tidak aktif atau bisa disebut siluman, ditarik saja izinnya. Persoalan adanya alasan kendala yang dihadapi pengusaha HPH dilapangan, sudah seharusnya sebelum memohon izin HPH para pengusaha melakukan survey pendahuluan. Dalam survey ini harus dapat diperkirakan apa yang mungkin terjadi bila izin pengusahaan hutan dimohon. Kemungkinan tersebut haruslah kemungkinan yang baik dan buruk. Sehingga setelah izin dikeluarkan, pengusaha tidak beralasan adanya kendala dilapangan makanya areal tidak dapat dieksploitasi.

Mudah-mudahan Menteri Kehutanan dapat memahami keadaan ini. Supaya jangan ada lagi istilah HPH siluman.